profil

about me

Labels

Selasa, 15 Februari 2011

Malaikat Mendoakan Kita wahai saudaraku

Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu Bahwasanya Nabi SallAllahu 'alayhi wasallam, bersabda : "Setiap pagi ada dua malaikat yang datang kepada seseorang, dimana yang satu berdoa : 'Wahai Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya', dan malaikat yang lain berdoa 'Wahai Allah, binasakanlah harta orang yang kikir'". ( HR. Bukhori Muslim )

Dalam keseharian kita terkadang lupa bahwa ada saja malaikat yang selalu mendoakan dan menjaga kehidupan kita. Dengan tidak cape dan bosan mereka selalu saja mendoakan serta menyumpahi bagi mereka yang tidak mau berinfaq di jalan Allah.

Alangkah beruntungnya manusia yang beriman jika mampu merasakan akan keberkahan hidupnya baik dalam harta, jiwa dan rizki. Merugilah mereka yang dalam hidupnya tidak merasakan bahwa para malaikat berada di sisinya.

Anggapan sebagian kita manusia bahwa harta yang keluar dari diri mereka akan merugikan dan mengurangi simpanan yang ada, bahkan ada yang berpikir bahwa semakin banyak harta keluar maka kita akan jadi miskin. Harta jadi berkurang karena kita shodaqoh, wah perasaan merugi pokoknya. Seakan penyesalan yang tiada hentinya ketika harta itu keluar.

Sementara tidak ada kamusnya bagi mereka yang banyak bersodaqoh akan miskin. Yang ada adalah Allah akan selalu menambah dan menambah harta kita. Kalau logika berpikir manusia adalah setiap yang keluar berarti berkurang, namun kamus Allah berkata lain, semakin banyak keluar semakin banyak harta yang ada diterima.

Di sisi lain Allah memberikan busyro (kabar gembira) kepada umatnya, bahwa harta yang dikeluarkan tidak pernah akan hilang. Malahan akan kekal abadi selamanya di sisi Allah. Akan menjadikan bekal bagi dirinya ketika menemui Allah, itulah sebuah kebanggan dalam meraih kesuksessan di dunia dan akhirat.

Dalam hadits lain diriwayatkan, "apabila anak adam mati, maka yang tersisa adalah amal jariah, anak yang sholeh dan ilmu yang bermanfaat". Berinfaq ataupun bershodaqoh masuk dalam kategori amal jariah, yaitu amal yang berkesinambungan terus menerus.

Setiap pagi Allah mengutus malaikat-Nya untuk mencari dimana hamba Allah yang berinfaq menafkahkan hartanya di jalan Allah. Kebanggaan Allah tat kala melihat hambanya menafkah harta yang diamanahkan kepadanya. Bahkan bukan saja harta itu bermanfaat dan barakah, tapi para malaikat juga mendoakan agar harta itu juga berlimpah ruah. Betapa beruntungnya jika seorang muslim tiap harinya selalu giat berinfaq.

Bagi mereka yang kikir tidak mengeluarkan hartanya di jalan Allah, takut karena harta itu berkurang. Maka bukan saja malaikat mendoakan agar hartanya binasa, Allah pun murka dengan sikap seorang muslim seperti itu. Maka jika Allah sudah murka, tunggulah azab yang akan menimpa dirinya.

Orang yang kikir itu tidaklah kaya di mata Allah, malah hina di hadapan-Nya. Sedang orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, lebih mulia dan dibanggakan Allah serta di cintai-Nya. Betapa nikmatnya kalau kita selalu hidup beriringan dengan kemauan yang Allah inginkan.

Jika kita sadar dan mengetahui bahwa semua manusia itu adalah miskin, tidak mempunyai apa-apa atau sesuatu yang di banggakan terhadap manusia. Maka sudah barang tentu tidak segan-segan untuk mengeluarkan harta yang di titipkan pada dirinya. Mereka yakin harta yang ada pada mereka itu bukan miliknya, tapi Allah-lah yang memberikan itu semua, sebagai sarana untuk mencapai keridhoan Allah dalam mengemban amanat.

Misi dalam hidup di dunia adalah bagaimana mengoptimilisasi semua amanat dalam dirinya menjadi sebuah arus yang dapat menghempas semua kekerdilan dan kehinaan diri. Menuju sebuah cita-cita untuk meraih akhirat dengan memperbanyak amal kebajikan dengan segala daya upaya.

Desah Nurani Hamba Yang Bertaubat

Dua puluh tahun umurku telah berlalu, aku hidup di dalam kegelapan yang teramat pekat, berjalan kesurupan yang membabi buta. Hidupku hanyalah untuk satu menit. Aku tidak pernah melihat masa depan, karena terlelap menikmati kegembiraan masa mudaku. Kukira, aku selalu hidup kekal seperti ini. Hidup sendiri, di tengah manusia yang telah kuanggap mati.

Dua puluh tahun telah berlalu. Aku tidak pernah merasakan dunia ini melainkan kehambaran. Hartaku banyak. Kawanku juga banyak. Apalagi yang masih kurang pada diriku? Namun, di dalam jiwaku ini kurasakan kelaparan, di dadaku kurasakan ada kesempitan. Apakah yang bisa mengenyangkan kelaparan jiwaku itu? Siapakah yang bisa melonggarkan kesempitan dadaku itu?

Musik. Sama sekali, ia tidak bisa mengenyangkan jiwaku. Berbagai hiburan. Sama sekali, itu tidak bisa melonggarkan kesempitan di dadaku.

Bahkan, yang terjadi kebalikannya. Jiwaku semakin lapar dan kesempitan dadaku semakin bertambah.

Aku pun berganti-ganti kawan. Aku pergi kesana kemari menyanyikan lagu-lagu manis untuk dunia. Aku sering bergadang juga berhura-hura. Aku sudah lelah, sementara kelaparan jiwaku terus bertambah. Demikian pula kesempitan. Kurasakan diriku ini seperti terpenjara di dunia. Dunia yang begitu luas kurasakan teramat sempit.

Jiwaku terus mengeluhkan kelaparan. Dadaku terus mengadukan kesempitannya. Kesempitan yang tidak bisa dilapangkan hiburan-hiburan yang ada di dunia. Aku sering berfikir dan selalu lama. Akhirnya. Jalan pemecahan yang kuharapkan muncul juga! Sekarang, aku akan segera merasakan ketenangan. Akan kuhilangkan kelaparan jiwaku. Aku akan melapangkan kesempitan dadaku.

Lihatlah? Pisau ini telah berada di tanganku. Berkilat tersenyum. Ia menyukai jalan keluar yang kuambil ini.

Semua orang sudah tidur, sementara seluruh keluargaku juga sudah terlelap. Tinggal beberapa saat lagi aku akan merasakan masa-masa ketenangan. Namun, sementara aku dalam detik-detik genting itu, dengan pisau yang telah berada di tangan kananku, yang merapat ke dekat jantungku yang telah mati sekonyong-konyong dari ujung kesunyian, sebuah suara terdengar mendayu-dayu berkata : “Allah Akbar, Allahu Akbar!”

Pisauku terjatuh. Hatiku yang telah mati tiba-tiba kembali bergerak. Tidakkah engkau merenungi makna sebelum ini?

Aku mulai mewujudkan kehendak jiwaku untuk menyambut seruan itu. Aku mengambil air wudhu’ dan mulai berwudhu’.

Kualirkan air di wajahku yang kalut. Segera kurasakan di sana ada ketenangan. Dari wajahku lalu terus meresap ke dalam jiwaku.

Aku keluar ke jalan raya berjalan menuju masjid. Dunia terlihat menyeramkan dengan kesunyiannya. Tak ada sebisingan tak ada keramaian.

Aku sudah masuk masjid ketika muazin mengucapkan, As-shalaatu khairun minan nauum (Shalat itu lebih baik dari pada tidur), sebagai panggilan untuk melaksanakan shalat subuh. Aku berbaris di dalam shaff bersama orang-orang.

Mereka adalah sekelompok manusia yang tak pernah kujumpai gayanya, sepanjang hidupku ini!

Tampak wajah-wajah putih memancarkan cahaya. Jiwa-jiwa yang damai.

Dari kelompok orang itu majulah seorang imam.

Dia berdiri berhadapan dengan jama’ah memerintahkan mereka meluruskan shaff.

Wajah lelaki itu membuat diriku berdiri terpana. Wajah putih dikelilingi janggut hitam yang tebal.

Janggut itu semakin memperindah wajahnya dan keindahan itu memperjelaskan ketampanannya. Wajahnya dan janggut itu laksana bulan purnama putih –indah dilihat—yang berada di tengah-tengah langit berwarna hitam pekat, yang justru menampakkan keindahan dan kebagusannya.

Keduanya seperti sebutir mutiara berkilauan memancarkan cahaya. Cahaya dari butir mutiara itu terlihat semakin gemerlap karena diletakkan di atas selembar sutra hitam.

Lelaki itu memulai shalatnya. Aku mengikuti shalat dibelakangnya. Jiwaku terasa damai. Dadaku terasa lega. Dia mulai membaca ayat demi ayat.

Aku diam membisu.

Pada detik-detik itu sebutir air mataku jatuh. Kurasakan asinnya, kurasakan sentuhannya yang menyengat. Tetesan itu diikuti dengan satu isakan. Lalu menetes lagi satu butir yang lain.

Menetes lagi sebutir, lalu air mataku pun mengalir deras. Aku mulai mengeluarkan tangisan tulus, yang menimbulkan gemuruh di dalam jiwaku seperti gemuruhnya periuk mendidih. Lelaki itu, seakan-akan sedang menghujani hatiku dengan kalam Illahi, air mata inilah yang menghidupkan hati nuraniku dari kematiannya. Bersama hujan deras ini suara guntur terdengar menggelegar. Guntur itu adalah guntur taubat. Suara isak dan tangisku karena takut kepada Rabbinnaas “Pencipta, Pengatur, Pendidik dan Pemelihara umat manusia.”

Meniti Jalan Istiqomah

Kaum muslimin rahimakumullah, di dalam kehidupan manusia, Allah telah menetapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia melalui syariat-Nya sehingga seseorang senantiasa Istiqomah dan tegak di atas syariat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya serta tidak berpaling ke kanan dan ke kiri. Allah ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa istiqomah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf [46]: 13-14)

Akan tetapi bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah ta’ala dari dosa dan kesalahan. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya”. (QS. Fushshilat [41]: 6). Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.

Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur‘an itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)

Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)

Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)

Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud [11]: 120)

Kaum muslimin rahimakumullah demikianlah sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua untuk meniti jalan istiqomah. Semoga Allah ta’ala memberikan keteguhan kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak kematian menjemput kita semua. Amiin ya Mujibbassaailiin.

[Diringkas dari penjelasan Hadits Arba'in No. 21 yang ditulis oleh Ustadz Abdullah Taslim, Lc.]

MAKMURKAN MASJID DENGAN SHOLAT BERJAMAAH

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ
يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَىٰ أُولٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 18Para ahli tafsir mengatakan, orang-orang yang memiliki sifat seperti tersebut dalam ayat (beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan hanya takut kepada Allah) merekalah orang-orang yang berhak memakmurkan masjid.

Dari sini hendaknya kita tanyakan kepada diri kita; apakah kita orang yang beriman? Jika kita orang beriman, maka hendaknya kita benar-benar memakmurkan masjid-masjid Allah. Dengan itu, niscaya kita akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Pentingnya sholat berjamaah

Sesungguhnya memakmurkan masjid bisa dilakukan dengan berbagai amalan syar’i (amalan yang sesuai dengan syariat) yang kita lakukan di masjid. Dan tentu saja amalan itu sangat banyak dan beragam. Akan tetapi dari sekian banyak amalan itu, sholat berjamaah adalah amalan paling utama dan mudah dilakukan dalam rangka memakmurkan masjid.

Ketika menjelaskan hukum sholat berjamaah, para ulama telah berselisih pendapat. Sampai-sampai di antara mereka, banyak yang menyatakan wajibnya sholat berjamaah bagi laki-laki, dikarenakan pentingnya masalah sholat berjamaah. Terlepas dari hukum sholat berjamaah, di sini akan disampaikan beberapa hal yang menunjukkan pentingnya sholat berjamaah (terutama bagi kaum laki-laki).

Besarnya pahala sholat berjama’ah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

“Maukah kamu aku tunjukkan kepada suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab, “Iya wahai Rosululloh.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu meski dalam keadaan yang dibenci, banyaknya langkah menuju masjid dan menunggu sholat setelah sholat yang lain, itulah ribath (penjagaan).” [Hadits shohih riwayat Muslim]

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً (أو بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً)

“Sholat berjamaah (pahalanya) melebihi sholat sendirian sebanyak 25 derajat (atau 27 derajat).” [Hadits shohih riwayat al-Bukhori]

Di sini kita bertanya kepada diri kita, apakah kita tidak merasa butuh kepada banyaknya pahala sholat berjamaah padahal dosa dan kesalahan kita sangat banyak?

Jaminan bebas dari neraka dan kemunafikan

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ

“Barangsiapa sholat (dengan ikhlas) karena Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah, dan dia selalu mendapatkan takbir pertamanya imam, niscaya ditetapkan baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari sifat munafik.” [Hadits hasan riwayat at-Tirmidzi]

Pertanyaan: adakah kita telah dijamin bebas dari neraka atau dari sifat munafik sehingga kita tidak sholat berjamaah? Padahal para shohabat nabi dan juga Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – sendiri, yang telah dijamin oleh Allah akan masuk surga, mereka senantiasa memperhatikan sholat berjamaah!

Ketegasan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – terhadap orang yang tidak sholat berjamaah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى مَنَازِلِ قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ

“Sungguh aku telah berkeinginan untuk memerintahkan sholat agar ditegakkan, kemudian aku pergi menuju rumah-rumah orang yang tidak mendatangi sholat (berjamaah) lalu aku bakar rumah itu atas mereka.” [Hadits Bukhori-Muslim]

Sungguh ini adalah ancaman yang sangat keras. Bayangkan, bagaimana seandainya Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – hidup di zaman kita?

Bahaya meninggalkan sholat jamaah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجَمَاعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ

“Sungguh, hendaknya orang-orang benar-benar berhenti dari meninggalkan sholat berjamaah, atau Allah akan menutup hati-hati mereka kemudian mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai.” [Hadits shohih riwayat Ibnu Majah]

Adakah kita menginginkan tertutupnya hati ini? Ataukah kita ingin dicap sebagai orang-orang yang lalai? Semoga Allah melindungi kita dari keburukan ini.

Sholat berjamaah bagi wanita?

Keterangan-keterangan di atas dan masih banyak yang lainnya, tentang perintah dan anjuran sholat berjamaah, tertuju dengan jelas bagi kaum laki-laki. Adapun bagi kaum wanita, maka Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – telah bersabda sebagai berikut:

لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“Jangan kalian melarang para wanita dari masjid-masjid, akan tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” [Hadits shohih riwayat Abu Daud]

Dari hadits ini para ulama telah menjelaskan, boleh saja bagi kaum wanita mendatangi sholat berjamaah di masjid selama mereka memenuhi adab-adabnya, sebagaimana sebagian para sahabat wanita dahulu juga ikut sholat berjamaah di masjid. Akan tetapi yang lebih baik bagi mereka adalah melakukan sholat di rumah-rumah mereka.

Inilah penjelasan ringkas mengenai pentingnya sholat berjamaah, semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkannya. Wallohul muwaffiq

Rabu, 09 Februari 2011

Wahai saudaraku berbaktilah Kepada Orang Tua

Terdapat banyak ayat yang mendudukkan ridha orang tua setelah ridha Allah dan keutamaan berbakti kepada orang tua adalah sesudah keutamaan beriman kepada Allah. Allah berfirman yang artinya, “Dan Kami perintahkan kepada manusia kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS. Lukman: 14). Lihat pula QS. al-Isra 23-24, an-Nisa 36, al-An’am 151, al-Ankabut 08.

Ada lima kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.

Pertama, tidak ada komentar yang tidak mengenakkan dikarenakan melihat atau tercium dari kedua orang tua kita sesuatu yang tidak enak. Akan tetapi memilih untuk tetap bersabar dan berharap pahala kepada Allah dengan hal tersebut, sebagaimana dulu keduanya bersabar terhadap bau-bau yang tidak enak yang muncul dari diri kita ketika kita masih kecil. Tidak ada rasa susah dan jemu terhadap orang tua sedikit pun.

Kedua, tidak menyusahkan kedua orang tua dengan ucapan yang menyakitkan.

Ketiga, mengucapkan ucapan yang lemah lembut kepada keduanya diiringi dengan sikap sopan santun yang menunjukkan penghormatan kepada keduanya. Tidak memanggil keduanya langsung dengan namanya, tidak bersuara keras di hadapan keduanya. Tidak menajamkan pandangan kepada keduanya (melotot) akan tetapi hendaknya pandangan kita kepadanya adalah pandangan penuh kelembutan dan ketawadhuan. Allah berfirman yang artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra: 24)

Urwah mengatakan jika kedua orang tuamu melakukan sesuatu yang menimbulkan kemarahanmu, maka janganlah engkau menajamkan pandangan kepada keduanya. Karena tanda pertama kemarahan seseorang adalah pandangan tajam yang dia tujukan kepada orang yang dia marahi.

Keempat, berdoa memohon kepada Allah agar Allah menyayangi keduanya sebagai balasan kasih sayang keduanya terhadap kita.

Kelima, bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri kepada keduanya, dengan menaati keduanya selama tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah serta sangat berkeinginan untuk memberikan apa yang diminta oleh keduanya sebagai wujud kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya.

Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua itu bersifat umum, mencakup hal-hal yang disukai oleh anak ataupun hal-hal yang tidak disukai oleh anak. Bahkan sampai-sampai al-Qur’an memberi wasiat kepada para anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun mereka adalah orang-orang yang kafir.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Lukman: 15)

Syarat Menjadi Anak Berbakti

Ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi, agar seorang anak bisa disebut sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya:

Satu, lebih mengutamakan ridha dan kesenangan kedua orang tua daripada ridha diri sendiri, isteri, anak, dan seluruh manusia.

Dua, menaati orang tua dalam semua apa yang mereka perintahkan dan mereka larang baik sesuai dengan keinginan anak ataupun tidak sesuai dengan keinginan anak. Selama keduanya tidak memerintahkan untuk kemaksiatan kepada Allah.

Tiga, memberikan untuk kedua orang tua kita segala sesuatu yang kita ketahui bahwa hal tersebut disukai oleh keduanya sebelum keduanya meminta hal itu. Hal ini kita lakukan dengan penuh kerelaan dan kegembiraan dan selalu diiringi dengan kesadaran bahwa kita belum berbuat apa-apa meskipun seorang anak itu memberikan hidup dan hartanya untuk kedua orang tuanya.

Keutamaan Menjadi Anak yang Berbakti

1. Termasuk Amal yang Paling Allah Cintai

Dari Abdullah bin Mas’ud, “Aku bertanya kepada Rasulullah, “Amal apakah yang paling Allah cintai.” Beliau bersabda, “Shalat pada waktunya,” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Nabi bersabda, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Nabi bersabda, “Berjihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Masuk Surga

Dari Abu Hurairah, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka, celaka, dan celaka.” Ada yang bertanya, “Siapa dia wahai Rasulullah?” Nabi bersabda, “Dia adalah orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya dalam usia tua, akan tetapi kemudian dia tidak masuk surga.” (HR Muslim)

Dari Muawiyah bin Jahimah dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu, aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bermusyawarah dengan beliau tentang jihad di jalan Allah. Nabi bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Ya,” kataku. Nabi pun bersabda, “Selalulah engkau berada di dekat keduanya. Karena sesungguhnya surga berada di bawah kaki keduanya.” (HR. Thabrani, al-Mundziri mengatakan sanadnya jayyid)

3. Panjang Umur dan Bertambah Rezeki

Dari Salman, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebaikan.” (HR. Turmudzi dan dihasankan oleh al-Albani)

Anas mengatakan, “Barang siapa yang ingin diberi umur dan rezeki yang panjang maka hendaklah berbakti kepada kedua orang tuanya dan menjalin hubungan dengan karib kerabatnya.” (HR. Ahmad)

4. Semua Amal Shalih Diterima dan Kesalahan-Kesalahan Diampuni

Allah ta’ala berfirman: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah . Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai, berilah kebaikan kepadaku dengan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS al-Ahqaf: 15-16)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ada seorang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku melakukan sebuah dosa yang sangat besar. Adakah cara taubat yang bisa ku lakukan?” Nabi bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu.” “Tidak” jawabnya. Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau memiliki bibi dari pihak ibu.” “Ya,” jawabnya. Nabi bersabda, “Berbaktilah kepada bibimu.” (HR. Tirmidzi)

5. Mendapatkan Ridha Allah

Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung murka kedua orang tua.” (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh al-Albani)
Abu Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim atau lebih kita kenal dengan nama Imam Bukhari lahir pada bulan syawal, tahun 194 Hijiriyah. Kisah pengembaraannya dalam menimba ilmu hadits ke berbagai pelosok negeri begitu menakjubkan. Demikian juga kehati-hatiannya dalam menuliskan hadits juga sangat mengesankan. Hingga akhirnya lahirlah dari tangannya sebuah karya fenomenal dalam bidang haditsyang tidak asing lagi bagi ummat Islam, Kitab Shahih Bukhari, sebuah kitab rujukan hadits nomor wahid sampai hari ini menurut sebagian besar ulama'. Sebuah kitab yang berkah ilmunya bisa dinikmati hingga sekarang.

Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata orang besar sehebat Bukhari itu pada masa kecilnya tidak bisa melihat. Dari situlah kesabaran kedua orang tuanya, terlebih ibunya diuji. Diuji untuk merawat buah hati sebagai amanah Allah, meskipun sebagian orang menganggapnya amanah yang tak sempurna, lantaran kondisi si buah hati yang tak bisa melihat.

Tapi hal itu tidak memupuskan harapan seorang ibu kepada anaknya. Hal itu juga tidak mengurangi rangkaian rasa syukur kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim.

Muhammad bin Ahmad bin Fadhl al-Balkhi berkata: "Aku mendengar bapakku berkata: 'Kedua mata Muhammad bin Isma'il (Imam Bukhari) buta pada waktu kecilnya. Hingga suatu saat ibunya mimpi bertemu dengan nabi Ibrahim al-Khalil dalam tidurnya. Nabi Ibrahim itu berkata kepadanya: 'Wahai engkau perempuan! Sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu lantaran banyaknya tangisanmu (atau doamu – al-Balkhi sang perawi ragu antara keduanya), lalu pada pagi hari kami melihat, ternyata Allah telah mengembalikan penglihatannya." (Kitab Thobaqotul Hanabilah jilid 1, halaman 274. kitab Tahdzibul Kamal halaman 1170. Thobaqotus Sabki jilid 2 halaman 216. Muqadimah Fathil Bari halaman 478).

Lafadh-lafadh doa yang jujur dari seorang ibu untuk buah hatinya, yang keluar dari lubuk hati yang tulus, dengan iringan linangan air mata yang murni, adalah menu spiritual dan ramuan spesial untuk keberhasilan seorang anak. Siapa lagi yang akan mendoakan buah hati kita sendiri dengan sepenuh hati kalau bukan kita, ibunya sendiri, yang telah mempertaruhkan nyawa saat hendak mengeluarkannya ke alam dunia?

Adalah benar yang disabdakan oleh Rasulullah Sallallahualaiwassalam tentang macam-macam doa yang mustajab, yang akan didengar oleh Allah dan segera dikabulkannya, salah satunya adalah doa orang tua untuk anaknya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ) رواه الترمذي.
Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu berkata, Rasulullah Sallallahualaihiwassalam bersabda: "Tiga doa yang mustajab (didengar oleh Allah) yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya; Doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir dan doa orang tua untuk anaknya." (HR. Tirmidzi. Kitab Tuhfatul Akhwadzi, Hadits nomor 1828).

Tips Aman Ber-FB

Ketika kita membicarakan tentang jaminan sekuritas, kita sedang membicarakan tentang pencurian, virus, dan hack itu dapat menjangkitmu komputer atau Facebookmu dan hasilkan pada banyak gangguan untuk kamu dan kawanmu. Ketika keterangan loginmu dicuri, ini sering dikenal sebagai phishing .

Jaminan sekuritas adalah satu isu pada Facebook, cuma di mana-mana web, yaitu kenapa ini penting kesadaran online, dan untuk mempelajari bagaimana caranya melindungi rekeningmu dan komputermu.

Di sini beberapa cara pintar dan mawas pada Facebook:
• Kalau satu penghubung atau pesan tampak aneh, jangan klik di atasnya. Ini adalah benar diantara semua spam—dimana satu surat berantai, satu iklan, atau satu phishing pencurian. Kalau ini tampak aneh untuk kawan untuk menuliskan Tembok dan tempatkanmu satu penghubung, itu kawan mungkin telah memperoleh phished. Biarkan orang tahu, dan tidak klik pada hubungan terkait yang kamu tidak percayai.

• waspadalah akan dimana kamu memasuki kata sandimu. Hanya karena satu halaman pada Internet menyerupai Facebook, ini tidak berarti ini adalah Facebook sesungguhnya. Belajar mengatakan perbedaan di antara satu penghubung baik dan satu sesuatu buruk.

• Laporkan apapun surat sampah atau penyalahgunaan yang kamu pahami pada papan bahasan dan Dindingmu. Hubungan terkait laporan itu ada di sana untuk satu alasan. Lebih cepat kita menemukan surat sampah, lebih cepat kita dapat menyingkirkan ini dan menghilangkan spammers dari lokasi.

• Jangan mempergunakan kata sandi yang sama pada Facebook bahwa kamu pergunakan pada tempat lain pada web. Kalau kamu lakukan ini, phishers atau hackers yang memperoleh akses untuk salah satu rekeningmu akan dengan mudah mampu untuk akses orang lainmu juga. Kamu mungkin menemukan sendiri mengunci hingga orang tak dapa dari e-mailmu dan bahkan rekening bankmu.
• Jangan berbagi kata sandimu dengan siapapun. Tidak lakukan ini. Facebook tidak akan pernah meminta kata sandimu melalui apapun bentuk dari komunikasi. Kalau seseorang berpura-pura satu karyawan Facebook meminta kamu untuk ini, jangan memberikan ini di luar, dan laporkan orang dengan seketika.
• Jangan klik pada lampiran hubungan terkait atau buka pada e-mail curiga. E-mail gadungan dapat sangat yakin, dan hackers dapat lelucon "From:" mengalamatkan sangat e-mail menyerupai ini dari Facebook. Kalau e-mail melihat aneh, jangan percayai ini, dan hapus ini dari inboxmu.
• Tambahkan satu soal jaminan sekuritas. Kalau keterangan loginmu selalu memperoleh hack, kamu mungkin memerlukan ini untuk membuktikan identitasmu ke Facebook. Kalau kamu belum melakukannya, kamu dapat menambahkan satu soal jaminan sekuritas dari "Account Settings" halaman.
• Jadilah hati-hati dengan cerita tidak biasa. Kalau satu kontak kawan atau orang lain mengakui kamu untuk dihubungkan di suatu tempat dan diperolehan uang, verifikasi ini melalui berarti lain, seperti oleh berbicara ke orang melalui telpon.

Agar Dada Seorang Hamba menjadi Lapang dan Bersinar

Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)

Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,

“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” (QS. Thohâ :25)

Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya.

Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1] dan selainnya :

1. Memurnikan Tauhid.

Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar :22)

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-An’âm :125-126)

Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’âm :82)

Dan dalam Tanzil-Nya,

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nûr : 55)

2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.

Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)

Dan Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isrô` : 82)

Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,

لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ

“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa.” [2]

Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thôhâ : 123-124)

“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (QS. Thôhâ : 1-3)

3. Berbekal Ilmu Syari’at.

Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”.” (QS. Thôhâ : 114)

Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujâdilah :11)

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.” [3]

4. Kecintaan Kepada Allah.

Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah :165)

Kecintaannya kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” [4]

5. Senantiasa bertaubat.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An-Nûr :31)

Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,

“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah :128)

Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah :222)

Agar Dada Seorang Hamba menjadi Lapang dan Bersinar


Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)

Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,

“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” (QS. Thohâ :25)

Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya.

Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1] dan selainnya :

1. Memurnikan Tauhid.

Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar :22)

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-An’âm :125-126)

Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’âm :82)

Dan dalam Tanzil-Nya,

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nûr : 55)

2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.

Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)

Dan Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isrô` : 82)

Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,

لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ

“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa.” [2]

Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thôhâ : 123-124)

“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (QS. Thôhâ : 1-3)

3. Berbekal Ilmu Syari’at.

Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”.” (QS. Thôhâ : 114)

Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujâdilah :11)

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.” [3]

4. Kecintaan Kepada Allah.

Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah :165)

Kecintaannya kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” [4]

5. Senantiasa bertaubat.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An-Nûr :31)

Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,

“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah :128)

Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah :222)

Sabar dan syukur

Allah ta’ala berfirman

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ كَلَّا

“Adapun manusia, apabila Rabbnya menimpakan ujian kepadanya dengan memuliakan dan mencurahkan nikmat kepadanya maka dia mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakanku’. Dan apabila Dia mengujinya dengan membatasi rezkinya niscaya dia akan mengatakan, ‘Rabbku telah menghinakanku’. Sekali-kali bukan demikian…” (QS. al-Fajr :15-17)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan

أي ليس كل من أكرمته في الدنيا ونعمته فيها فقد أنعمت عليه وإنما كان ذلك ابتلاء مني له واختبارا، ولا كل من قدرت عليه رزقه فجعلته بقدر حاجته من غير فضلة أكون قد أهنته، بل أبتلي عبدي بالنعم كما أبتليه بالمصائب.

“Maknanya adalah: Tidaklah setiap orang yang Aku (Allah) berikan kemuliaan di dunia dan Kuberikan kenikmatan dunia kepadanya maka itu berarti Aku benar-benar mengaruniakan nikmat yang hakiki kepadanya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan cobaan dari-Ku kepadanya sekaligus sebagai ujian untuknya. Dan tidak pula setiap orang yang Aku batasi rezkinya sehingga Aku jadikan rezkinya sebatas apa yang diperlukannya saja tanpa ada kelebihan maka itu artinya Aku sedang menghinakan dirinya. Namun, sesungguhnya Aku sedang menguji hamba-Ku dengan nikmat-nikmat sebagaimana halnya Aku ingin menguji dirinya dengan berbagai bentuk musibah.” (Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah, hal. 8. Islamspirit.com)

Ikhwah sekalian, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kesabaran ketika tertimpa musibah dan ketulusan dalam bersyukur ketika mendapat curahan nikmat. Inilah isi kehidupan dunia yang kita jalani sehari-hari… Sehat dan sakit, lapang dan sempit, mudah dan sulit, semuanya adalah cobaan dari Rabbul ‘alamin kepada hamba-hamba-Nya agar menjadi hamba yang sejati bagaimana pun keadaan yang dialaminya.

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Madarij as-Salikin (hal. 152) menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari dua bagian, satu bagian sabar dan satu bagian yang lain adalah syukur. Beliau juga mengatakan (hal 155) bahwa sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh seorang insan. Tidak ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana halnya tidak ada jasad yang berfungsi apabila tidak ada kepalanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan, “Penghidupan yang terbaik itu sesungguhnya kami peroleh dengan modal kesabaran.”

Demikian pula syukur, ia merupakan bukti keseriusan seorang hamba dalam mengabdi dan tunduk kepada Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,

وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah ; 172)

Allah menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati adalah untuk kita syukuri. Allah ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan kalian tidak mengetahui apa-apa, dan Allah menciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan hati mudah-mudahan kalian bersyukur (kepada-Nya).” (QS. an-Nahl : 78).

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Haddab bin Khalid al-Azdi dan Syaiban bin Farrukh menuturkan kepada kami, semuanya dari jalan Sulaiman bin al-Mughirah, sedangkan lafaznya adalah milik Syaiban. Mereka berkata: Sulaiman menuturkan kepada kami. Dia berkata: Tsabit menuturkan kepada kami dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim dalam kitab az-Zuhd wa ar-Raqa’iq)

Ikhwah sekalian, untuk bisa menjadi hamba yang rajin bersyukur seorang hamba senantiasa membutuhkan taufik dan pertolongan Allah ta’ala. Demikian pula untuk menjadi seorang penyabar, maka Allah ta’ala adalah satu-satunya tempat kita bergantung dan mengharap pertolongan. Allah ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ

“Bersabarlah, dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan dari Allah.” (QS. an-Nahl : 127)

Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam Sunannya :

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ مُسْلِمٍ يَقُولُ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيُّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِيَّ وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ

‘Ubaidullah bin Umar bin Maisarah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah bin Yazid al-Muqri’ menuturkan kepada kami. Dia berkata; Haiwah bin Syuraih menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar ‘Uqbah bin Muslim mengatakan; Abu Abdirrahman al-Hubuli menuturkan kepadaku dari as-Shunabihi dari Mu’adz bin Jabal -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangannya seraya mengucapkan, “Hai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’adz, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir sholat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” Maka Mu’adz pun juga mewasiatkan hal itu kepada as-Shunabihi. Demikian juga as-Shunabihi mewasiatkan hal serupa kepada Abu Abdirrahman (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk sabar dan syukur. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Satu jalan,satu tujuan,satu sesembahan


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Nuniyahnya,
“Untuk Yang Satu, jadilah yang satu, di atas yang satu.”

Makna perkataan beliau ini adalah:
“Untuk yang satu”, yaitu untuk Allah semata, bukan untuk selain-Nya
“Jadilah yang satu”, yaitu dalam mengarahkan maksud dan keinginan hatimu
“di atas yang satu”, yaitu di atas satu jalan; jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(lihat keterangan Syaikh Shalih alu Syaikh dalam Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 11)

Satu Sesembahan

Ini merupakan inti dakwah para nabi dan rasul. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian persekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 36). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Allah adalah esa…” (QS. al-Ikhlas: 1). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demikian itulah kuasa Allah, karena sesungguhnya Allah adalah sesembahan yang benar, sedangkan segala sesuatu yang diseru selain-Nya itulah -sesembahan- yang batil.” (QS. al-Hajj: 62). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya maka kerjakanlah amal salih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110)

Satu Tujuan

Ini merupakan bentuk penghambaan yang dituntut Allah kepada segenap hamba-Nya dari kalangan jin dan manusia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dengan lurus…” (QS. al-Bayyinah: 5). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku, semuanya adalah untuk Allah rabb alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya…” (QS. al-An’am: 162-163). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal dengan mempersekutukan selain-Ku dalam niatnya maka akan Kutinggalkan dia bersama sekutunya itu.” (HR. Muslim)

Satu Jalan

Inilah jalan tauhid dan sunnah yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut setia beliau. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat nanti dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan sama sekali aku bukan temasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena ia akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. al-An’am: 153). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Jika kamu mengaku mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31). Wallahu a’lam.

Aku Ingin Bertaubat, Tetapi ....

-->
"Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?!"

Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa'id Sa'ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang 'alim. Lantas ia bertanya pada 'alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat."1

Beberapa Faedah Hadits

Pertama: Luasnya ampunan Allah

Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan Allah. Hal ini dikuatkan dengan hadits lainnya,
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً »

Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), ”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”2

Kedua: Allah akan mengampuni setiap dosa meskipun dosa besar selama mau bertaubat

Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman Allah Ta'ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53). Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”3

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”4