profil

about me

Labels

Selasa, 15 Februari 2011

Malaikat Mendoakan Kita wahai saudaraku

Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu Bahwasanya Nabi SallAllahu 'alayhi wasallam, bersabda : "Setiap pagi ada dua malaikat yang datang kepada seseorang, dimana yang satu berdoa : 'Wahai Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya', dan malaikat yang lain berdoa 'Wahai Allah, binasakanlah harta orang yang kikir'". ( HR. Bukhori Muslim )

Dalam keseharian kita terkadang lupa bahwa ada saja malaikat yang selalu mendoakan dan menjaga kehidupan kita. Dengan tidak cape dan bosan mereka selalu saja mendoakan serta menyumpahi bagi mereka yang tidak mau berinfaq di jalan Allah.

Alangkah beruntungnya manusia yang beriman jika mampu merasakan akan keberkahan hidupnya baik dalam harta, jiwa dan rizki. Merugilah mereka yang dalam hidupnya tidak merasakan bahwa para malaikat berada di sisinya.

Anggapan sebagian kita manusia bahwa harta yang keluar dari diri mereka akan merugikan dan mengurangi simpanan yang ada, bahkan ada yang berpikir bahwa semakin banyak harta keluar maka kita akan jadi miskin. Harta jadi berkurang karena kita shodaqoh, wah perasaan merugi pokoknya. Seakan penyesalan yang tiada hentinya ketika harta itu keluar.

Sementara tidak ada kamusnya bagi mereka yang banyak bersodaqoh akan miskin. Yang ada adalah Allah akan selalu menambah dan menambah harta kita. Kalau logika berpikir manusia adalah setiap yang keluar berarti berkurang, namun kamus Allah berkata lain, semakin banyak keluar semakin banyak harta yang ada diterima.

Di sisi lain Allah memberikan busyro (kabar gembira) kepada umatnya, bahwa harta yang dikeluarkan tidak pernah akan hilang. Malahan akan kekal abadi selamanya di sisi Allah. Akan menjadikan bekal bagi dirinya ketika menemui Allah, itulah sebuah kebanggan dalam meraih kesuksessan di dunia dan akhirat.

Dalam hadits lain diriwayatkan, "apabila anak adam mati, maka yang tersisa adalah amal jariah, anak yang sholeh dan ilmu yang bermanfaat". Berinfaq ataupun bershodaqoh masuk dalam kategori amal jariah, yaitu amal yang berkesinambungan terus menerus.

Setiap pagi Allah mengutus malaikat-Nya untuk mencari dimana hamba Allah yang berinfaq menafkahkan hartanya di jalan Allah. Kebanggaan Allah tat kala melihat hambanya menafkah harta yang diamanahkan kepadanya. Bahkan bukan saja harta itu bermanfaat dan barakah, tapi para malaikat juga mendoakan agar harta itu juga berlimpah ruah. Betapa beruntungnya jika seorang muslim tiap harinya selalu giat berinfaq.

Bagi mereka yang kikir tidak mengeluarkan hartanya di jalan Allah, takut karena harta itu berkurang. Maka bukan saja malaikat mendoakan agar hartanya binasa, Allah pun murka dengan sikap seorang muslim seperti itu. Maka jika Allah sudah murka, tunggulah azab yang akan menimpa dirinya.

Orang yang kikir itu tidaklah kaya di mata Allah, malah hina di hadapan-Nya. Sedang orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, lebih mulia dan dibanggakan Allah serta di cintai-Nya. Betapa nikmatnya kalau kita selalu hidup beriringan dengan kemauan yang Allah inginkan.

Jika kita sadar dan mengetahui bahwa semua manusia itu adalah miskin, tidak mempunyai apa-apa atau sesuatu yang di banggakan terhadap manusia. Maka sudah barang tentu tidak segan-segan untuk mengeluarkan harta yang di titipkan pada dirinya. Mereka yakin harta yang ada pada mereka itu bukan miliknya, tapi Allah-lah yang memberikan itu semua, sebagai sarana untuk mencapai keridhoan Allah dalam mengemban amanat.

Misi dalam hidup di dunia adalah bagaimana mengoptimilisasi semua amanat dalam dirinya menjadi sebuah arus yang dapat menghempas semua kekerdilan dan kehinaan diri. Menuju sebuah cita-cita untuk meraih akhirat dengan memperbanyak amal kebajikan dengan segala daya upaya.

Desah Nurani Hamba Yang Bertaubat

Dua puluh tahun umurku telah berlalu, aku hidup di dalam kegelapan yang teramat pekat, berjalan kesurupan yang membabi buta. Hidupku hanyalah untuk satu menit. Aku tidak pernah melihat masa depan, karena terlelap menikmati kegembiraan masa mudaku. Kukira, aku selalu hidup kekal seperti ini. Hidup sendiri, di tengah manusia yang telah kuanggap mati.

Dua puluh tahun telah berlalu. Aku tidak pernah merasakan dunia ini melainkan kehambaran. Hartaku banyak. Kawanku juga banyak. Apalagi yang masih kurang pada diriku? Namun, di dalam jiwaku ini kurasakan kelaparan, di dadaku kurasakan ada kesempitan. Apakah yang bisa mengenyangkan kelaparan jiwaku itu? Siapakah yang bisa melonggarkan kesempitan dadaku itu?

Musik. Sama sekali, ia tidak bisa mengenyangkan jiwaku. Berbagai hiburan. Sama sekali, itu tidak bisa melonggarkan kesempitan di dadaku.

Bahkan, yang terjadi kebalikannya. Jiwaku semakin lapar dan kesempitan dadaku semakin bertambah.

Aku pun berganti-ganti kawan. Aku pergi kesana kemari menyanyikan lagu-lagu manis untuk dunia. Aku sering bergadang juga berhura-hura. Aku sudah lelah, sementara kelaparan jiwaku terus bertambah. Demikian pula kesempitan. Kurasakan diriku ini seperti terpenjara di dunia. Dunia yang begitu luas kurasakan teramat sempit.

Jiwaku terus mengeluhkan kelaparan. Dadaku terus mengadukan kesempitannya. Kesempitan yang tidak bisa dilapangkan hiburan-hiburan yang ada di dunia. Aku sering berfikir dan selalu lama. Akhirnya. Jalan pemecahan yang kuharapkan muncul juga! Sekarang, aku akan segera merasakan ketenangan. Akan kuhilangkan kelaparan jiwaku. Aku akan melapangkan kesempitan dadaku.

Lihatlah? Pisau ini telah berada di tanganku. Berkilat tersenyum. Ia menyukai jalan keluar yang kuambil ini.

Semua orang sudah tidur, sementara seluruh keluargaku juga sudah terlelap. Tinggal beberapa saat lagi aku akan merasakan masa-masa ketenangan. Namun, sementara aku dalam detik-detik genting itu, dengan pisau yang telah berada di tangan kananku, yang merapat ke dekat jantungku yang telah mati sekonyong-konyong dari ujung kesunyian, sebuah suara terdengar mendayu-dayu berkata : “Allah Akbar, Allahu Akbar!”

Pisauku terjatuh. Hatiku yang telah mati tiba-tiba kembali bergerak. Tidakkah engkau merenungi makna sebelum ini?

Aku mulai mewujudkan kehendak jiwaku untuk menyambut seruan itu. Aku mengambil air wudhu’ dan mulai berwudhu’.

Kualirkan air di wajahku yang kalut. Segera kurasakan di sana ada ketenangan. Dari wajahku lalu terus meresap ke dalam jiwaku.

Aku keluar ke jalan raya berjalan menuju masjid. Dunia terlihat menyeramkan dengan kesunyiannya. Tak ada sebisingan tak ada keramaian.

Aku sudah masuk masjid ketika muazin mengucapkan, As-shalaatu khairun minan nauum (Shalat itu lebih baik dari pada tidur), sebagai panggilan untuk melaksanakan shalat subuh. Aku berbaris di dalam shaff bersama orang-orang.

Mereka adalah sekelompok manusia yang tak pernah kujumpai gayanya, sepanjang hidupku ini!

Tampak wajah-wajah putih memancarkan cahaya. Jiwa-jiwa yang damai.

Dari kelompok orang itu majulah seorang imam.

Dia berdiri berhadapan dengan jama’ah memerintahkan mereka meluruskan shaff.

Wajah lelaki itu membuat diriku berdiri terpana. Wajah putih dikelilingi janggut hitam yang tebal.

Janggut itu semakin memperindah wajahnya dan keindahan itu memperjelaskan ketampanannya. Wajahnya dan janggut itu laksana bulan purnama putih –indah dilihat—yang berada di tengah-tengah langit berwarna hitam pekat, yang justru menampakkan keindahan dan kebagusannya.

Keduanya seperti sebutir mutiara berkilauan memancarkan cahaya. Cahaya dari butir mutiara itu terlihat semakin gemerlap karena diletakkan di atas selembar sutra hitam.

Lelaki itu memulai shalatnya. Aku mengikuti shalat dibelakangnya. Jiwaku terasa damai. Dadaku terasa lega. Dia mulai membaca ayat demi ayat.

Aku diam membisu.

Pada detik-detik itu sebutir air mataku jatuh. Kurasakan asinnya, kurasakan sentuhannya yang menyengat. Tetesan itu diikuti dengan satu isakan. Lalu menetes lagi satu butir yang lain.

Menetes lagi sebutir, lalu air mataku pun mengalir deras. Aku mulai mengeluarkan tangisan tulus, yang menimbulkan gemuruh di dalam jiwaku seperti gemuruhnya periuk mendidih. Lelaki itu, seakan-akan sedang menghujani hatiku dengan kalam Illahi, air mata inilah yang menghidupkan hati nuraniku dari kematiannya. Bersama hujan deras ini suara guntur terdengar menggelegar. Guntur itu adalah guntur taubat. Suara isak dan tangisku karena takut kepada Rabbinnaas “Pencipta, Pengatur, Pendidik dan Pemelihara umat manusia.”

Meniti Jalan Istiqomah

Kaum muslimin rahimakumullah, di dalam kehidupan manusia, Allah telah menetapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia melalui syariat-Nya sehingga seseorang senantiasa Istiqomah dan tegak di atas syariat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya serta tidak berpaling ke kanan dan ke kiri. Allah ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa istiqomah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf [46]: 13-14)

Akan tetapi bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah ta’ala dari dosa dan kesalahan. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya”. (QS. Fushshilat [41]: 6). Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.

Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur‘an itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)

Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)

Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)

Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud [11]: 120)

Kaum muslimin rahimakumullah demikianlah sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua untuk meniti jalan istiqomah. Semoga Allah ta’ala memberikan keteguhan kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak kematian menjemput kita semua. Amiin ya Mujibbassaailiin.

[Diringkas dari penjelasan Hadits Arba'in No. 21 yang ditulis oleh Ustadz Abdullah Taslim, Lc.]

MAKMURKAN MASJID DENGAN SHOLAT BERJAMAAH

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ
يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَىٰ أُولٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 18Para ahli tafsir mengatakan, orang-orang yang memiliki sifat seperti tersebut dalam ayat (beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan hanya takut kepada Allah) merekalah orang-orang yang berhak memakmurkan masjid.

Dari sini hendaknya kita tanyakan kepada diri kita; apakah kita orang yang beriman? Jika kita orang beriman, maka hendaknya kita benar-benar memakmurkan masjid-masjid Allah. Dengan itu, niscaya kita akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Pentingnya sholat berjamaah

Sesungguhnya memakmurkan masjid bisa dilakukan dengan berbagai amalan syar’i (amalan yang sesuai dengan syariat) yang kita lakukan di masjid. Dan tentu saja amalan itu sangat banyak dan beragam. Akan tetapi dari sekian banyak amalan itu, sholat berjamaah adalah amalan paling utama dan mudah dilakukan dalam rangka memakmurkan masjid.

Ketika menjelaskan hukum sholat berjamaah, para ulama telah berselisih pendapat. Sampai-sampai di antara mereka, banyak yang menyatakan wajibnya sholat berjamaah bagi laki-laki, dikarenakan pentingnya masalah sholat berjamaah. Terlepas dari hukum sholat berjamaah, di sini akan disampaikan beberapa hal yang menunjukkan pentingnya sholat berjamaah (terutama bagi kaum laki-laki).

Besarnya pahala sholat berjama’ah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

“Maukah kamu aku tunjukkan kepada suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab, “Iya wahai Rosululloh.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu meski dalam keadaan yang dibenci, banyaknya langkah menuju masjid dan menunggu sholat setelah sholat yang lain, itulah ribath (penjagaan).” [Hadits shohih riwayat Muslim]

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً (أو بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً)

“Sholat berjamaah (pahalanya) melebihi sholat sendirian sebanyak 25 derajat (atau 27 derajat).” [Hadits shohih riwayat al-Bukhori]

Di sini kita bertanya kepada diri kita, apakah kita tidak merasa butuh kepada banyaknya pahala sholat berjamaah padahal dosa dan kesalahan kita sangat banyak?

Jaminan bebas dari neraka dan kemunafikan

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ

“Barangsiapa sholat (dengan ikhlas) karena Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah, dan dia selalu mendapatkan takbir pertamanya imam, niscaya ditetapkan baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari sifat munafik.” [Hadits hasan riwayat at-Tirmidzi]

Pertanyaan: adakah kita telah dijamin bebas dari neraka atau dari sifat munafik sehingga kita tidak sholat berjamaah? Padahal para shohabat nabi dan juga Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – sendiri, yang telah dijamin oleh Allah akan masuk surga, mereka senantiasa memperhatikan sholat berjamaah!

Ketegasan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – terhadap orang yang tidak sholat berjamaah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى مَنَازِلِ قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ

“Sungguh aku telah berkeinginan untuk memerintahkan sholat agar ditegakkan, kemudian aku pergi menuju rumah-rumah orang yang tidak mendatangi sholat (berjamaah) lalu aku bakar rumah itu atas mereka.” [Hadits Bukhori-Muslim]

Sungguh ini adalah ancaman yang sangat keras. Bayangkan, bagaimana seandainya Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – hidup di zaman kita?

Bahaya meninggalkan sholat jamaah

Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجَمَاعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ

“Sungguh, hendaknya orang-orang benar-benar berhenti dari meninggalkan sholat berjamaah, atau Allah akan menutup hati-hati mereka kemudian mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai.” [Hadits shohih riwayat Ibnu Majah]

Adakah kita menginginkan tertutupnya hati ini? Ataukah kita ingin dicap sebagai orang-orang yang lalai? Semoga Allah melindungi kita dari keburukan ini.

Sholat berjamaah bagi wanita?

Keterangan-keterangan di atas dan masih banyak yang lainnya, tentang perintah dan anjuran sholat berjamaah, tertuju dengan jelas bagi kaum laki-laki. Adapun bagi kaum wanita, maka Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – telah bersabda sebagai berikut:

لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“Jangan kalian melarang para wanita dari masjid-masjid, akan tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” [Hadits shohih riwayat Abu Daud]

Dari hadits ini para ulama telah menjelaskan, boleh saja bagi kaum wanita mendatangi sholat berjamaah di masjid selama mereka memenuhi adab-adabnya, sebagaimana sebagian para sahabat wanita dahulu juga ikut sholat berjamaah di masjid. Akan tetapi yang lebih baik bagi mereka adalah melakukan sholat di rumah-rumah mereka.

Inilah penjelasan ringkas mengenai pentingnya sholat berjamaah, semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkannya. Wallohul muwaffiq